Kompetensi menjadi hal penting dalam membentuk profesionalisme ahli gizi dalam melakukan perannya. “Peningkatan pengetahuan khususnya informasi aktual di lapangan seperti program strategis pemerintah akan memperkuat posisi ahli gizi dalam sebuah sistem”, demikian arahan Ketua Umum DPP PERSAGI, Ir. Doddy Izwardy, MA, Ph.D dalam Sosialisasi Peningkatan Kompetensi Gizi Sesuai Etika dan Regulasi Melalui Platform Pelataran Sehat Kemenkes RI. Acara ini dilakukan secara daring dihadiri seluruh Pengurus DPP, Dewan Pakar, Dewan Pembina, Dewan Pengawas, Majelis Kehormatan Etik Ahli Gizi, DPP dan DPC PERSAGI serta Himpunan Seminat di seluruh Indonesia.
Dalam sambutannya, Direktur PT Gizi Svasta Harena (PT. GSH), Dr. Minarto, MPS menyatakan PT GSH ini dibangun dari kita, oleh kita dan untuk kita dengan tujuan memberikan penguatan dalam meningkatkan kompetensi kepada seluruh anggota PERSAGI. LDP PT GSH telah mengembangkan berbagai modul pelatihan yang diharapkan dapat menguatkan kompetensi anggota. Kami juga mengharapkan masukan dari teman2 tentang tema2 pelatihan yang dibutuhkan kedepan.
Apabila semua ahli gizi sudah kompeten, maka pemenuhan SKP nya mudah tercapai dan ini merupakan bagian dari rekognisi atau penghargaan pengakuan dari kompetensinya.
Sekali lagi diharapkan para anggota PERSAGI memberikan masukan kebutuhan di lapangan untuk difasilitasi dalam bentuk workshop, pelatihan bahkan pendampingan.
Ir. Doddy Izwardy, MA, Ph.D mengajak agar semua anggota memanfaatkan lembaga diklat yang merupakan tangan PERSAGI ini.
Ahli gizi harus dapat memprediksi perjalanan perubahan yang terjadi saat ini. Diingatkan juga tidak cukup hanya menguasai skill teknis, tetapi perlu juga kemampuan dalam memberikan solusi, manajemen diri, bekerjasama dan penggunaan serta pengembangan teknologi.
Dalam ruang lingkup Manajemenn ASN berdasarkan UU no 20/2023 pengembangan talenta dan karier serta pengembangan kompetensi menjadi penting. Di sinilah modifikasi manajemen ASN untuk organisasi profesi PERSAGI dan himpunan seminatnya.
Utk menjadi seorang ahli gizi yang profesional juga harus tunduk pada kode etik yang mengatur pengetahuan, perilaku dan sikap dalam melaksanakan tugas. Ria Sukarno Herkutanto, SKM, MCN, Ketua Majelis Kehormatan Etik Ahli Gizi (MKEAG) menyampaikan telah terbit 3 (tiga) buku yang mengatur kode etik ahli gizi. Ria menegaskan ahli gizi bertanggung jawab terhadap klien/pasien, masyarakat, teman seprofesi, mitra kerja, profesi dan diri sendiri. Dalam buku kode etik ini juga diatur jenis pelanggaran kode etik mulai dari penyelidikan, sidang etik, pembacaan putusan, pelaksanaan putusan dan pemantauan serta pembinaan. Peran DPD yang menaungi ahli gizi bermasalah sangat penting dalam mengumpulkan informasi pada saat penyelidikan untuk diteruskan ke MKEAG.
(Cahaya Indriaty)